Minggu, 02 Maret 2014

Manfaat Bermain Angklung

Ada lima alasan Bapak Angklung Daeng Soetigna memperjuangkan instrumen angklung menjadi alat pendidikan, yang olehnya disebut sebagai “Lima M”, yaitu:
.     Pertama, ditinjau dari segi harga, angklung terbilang lebih “murah” sehingga tidak akan terlalu menjadi beban, bila sekolah berminat memilikinya. Lain halnya dengan alat musik diatonis lain seperti gitar, biola apalagi piano yang pada waktu itu (tahun 30-an) merupakan produk impian yang sudah pasti harganya pun diatas harga alat angklung.
Kedua, alat angklung dapat dimainkan dengan “mudah” oleh setiap anak/pemain, dalam artian tidak memerlukan manipulasi tangan dan jari yang sulit (fingering), berbeda dengan alat musik lainnya, cukup dengan memegang dan menggoyangkannya maka angklung akan berbunyi. Dengan demikian angkung dapat dimainkan oleh anak mulai dari usia 5 tahun dan orang yang usianya 80 tahun.
Ketiga, musik ini dapat dimainkan secara “masal” sehingga anak-anak di dalam kelas dapat ikut berperan serta, tidak ada pembatasan jumlah pemain sepanjang alatnya tersedia yang penting aladah pengaturan dan pengorganisasiannya.           
Keempat, didalam bermain musik angklung inipun terkandung unsur “mendidik” anatara lain : disiplin, tanggung jwab, kerjasama / gotong royong, tahu tugas dan kewajiban, solidaritas, demokrasi, kosentrasi, dan etos kerja. Disini terlihat adanya saling ketergantungan antara nada yang satu dengan nada yang lain untuk memainkan sebuah lagu yang ingin dimainkan.
Kelima, adalah “menarik” karena ternyata musik angklung ini telah berhasil menarik minat dari alat musik yang sederhana dapat memainkan lagu-lagu.
Dari keterangan diatas oleh Pak Daeng ke “5 (lima) M” tersebut dijadikan moto angklung Pak Daeng, yaitu : Mudah, Murah,  Massal, Mendidik, dan Menarik.

Menjelang akhir hayatnya, cita-citanya tidak lagi terbatas pada “memasyarakatkan angklung”, tetapi juga “menduniakan angklung” , karena ia melihat bahwa angklung sekarang telah menyebar keseluruh dunia. Bagi umum, angklung Daeng Sutigna disebut “Angklung Modern”, tetapi juga sejumlah murid-murid yang meneruskan cita-cita dan yang telah mengikuti perjuangan Daeng Sutigna dalam memberikan tempat yang terhormat bagi angklung,  menyebutnya “Angklung Pak Daeng”, suatu nama untuk mengabadikan kepeloporannya itu.

Nilai-nilai Positif yang Terkandung
Kemampuan generasi muda dalam memilih, memilah dan menyerap berbagai pengaruh untuk mampu digunakan sebagai kekuatan bangsa dalam menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan di tingkat lokal, nasional, dan global yang dapat mengganggu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu apabila kemampuan generasi mudah diarahkan ke jalan yang positif bukan tidak mungkin peningkatan sumber daya manusia akan meningkat menjadi lebih baik.
Pendidikan musik meupakan salah satu aspek dari pendidikan kesenian yang merupakan sarana untuk membantu anak didik membentuk pribadinya melalui penanaman dan perasapan rasa indah/peka dalam usaha membentuk atau menemukan diri pribadinya sehingga menjadi manusia berbudi pekerti yang luhur yang kreatif / estesis atau sebagai salah satu aspek penting dalam totalitas pembinaan anak didik. Musik adalah salah satu sarana yang tepat bagi kesejahteraan lahir maupun bathin yang sangat diperlukan setiap keluarga.
Pembelajaran musik angklung yang dilaksanakan melalui proses pedagogis dapat turut serta mempersiapkan peserta didik memiliki kemampuan “intelektual” (IQ), kemampuan emosional (EQ), kemampuan sprituial (SQ) dan kemampuan sosial dalam mengembangkan keterampilan hidup (life skill) yang bermutu. Untuk memainkan angklung tidak dibatasi berdasarkan usia maupun derajat seseorang, karena dalam bermain angklung tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Semua orang yang ikut berpartisipasi menjaga, melestarikan, dan mengembangkan angklung adalah keluarga meskipun dalam kenyataannya berbeda ras ataupun suku bangsa, dalam kata lain angklung dapat menyatukan semua orang tanpa memandang perbedaan. Seperti yang di ungkapkan oleh para sesepuh angklung bahwa “perbedaan bukan untuk dipertandingkan, namun untuk dipersandingkan”.
Secara khusus kompetensi peserta didik musik angklung memiliki kemapuan apresiasi, kreatifitas, dan kemampuan berekpresi sehingga mereka mempunyai nilai dasar humaniora untuk menerapkan kebersamaan, tenggang rasa, disiplin dan tanggung jawab dalam kehidupan. Dengan demikian pembelajaran musik angklung akan berorientasi pada pendekatan pada prinsip-prinsip keseimbangan etika, logika, estetika dan kinestika. Untuk memperkuat identitas diri, tidak hanya berorientasi pada hasil atau produk, asal mahir bermain angklung semata. Maka dengan demikian pembelajaran seperti diatas diharapkan dapat meningkatkan potensi intelektual, emosional, spiritual dan sosial serta keterampilan hidup yang mantap.

Kearifan Lokal yang Terkandung
Untuk memainkan suatu komposisi lagu setiap pemain harus harus berpegang teguh pada motto 5M angklung terutama motto yang ke-4 yaitu “Mendidik”. Maksudnya setiap pemain angklung harus punya rasa kerjasama yang baik, tanggung jawab, disiplin, demokrasi, solidaritas, estetika, dan  toleransi. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-haripun kita harus bisa menerapkan filosofi-filosofi yang terkandung didalam budaya angklung dan budaya yang lainnya. Dapat kita lihat disini ada kandungan kearifan berupa kandungan pendidikan, antara lain:
1.      Memegang teguh kebenaran, maksudnya seorang pemain angklung harus benar-benar bertanggung jawab terhadap nada atau angklung yang dia pegang, misalnya pada saat bermain suatu lagu dia harus hapal betul tugas dia saat membunyikan nada atau angklung yang dipegangnya.
2.      Disiplin, makasudnya setiap pemain angklung dilatih untuk memiliki sifat disiplin, misalnya setiap pemain harus disiplin saat membunyikan nada atau angklung seseuai dengan arahan pemimpin atau orang yang melatih, dimana nada kapan nada tersebut harus dibunyikan dan tidak disembarang tempat (ketukan).
3.      Kerja sama, maksudnya setiap pemain angklung harus bisa kerjasama dengan baik guna untuk keharmonisan dan keindahan sebuah lagu. Karena apabila satu nada saja terlewat atau kelebihan bunyi maka keindahan lagu tersebut akan hilang.
4.      Demokrasi, maksudnya dalam bermain angklung pasti ada satu atau dua orang atau lebih yang memegang satu nada atau angklung sama dan pada saat bersamaan nada yang lain pun harus dibunyikan, oleh karena setiap pemain harus bisa musyawarah satu sama lain untuk membagi-bagi tugas ketika terjadi nada yang bentrok (dibunyikan bersamaan).
5.      Solidaritas, maksudnya setiap pemain angklung harus mempunyai rasa kekeluargaan yang solid dimana apabila satu orang tertinggal maka yang lain harus bisa membantu dan saling memotivasi agar tercapai kekompakan dalam bermain musik.
6.      Toleransi, maksudnya orang-orang yang bermain angklung tidak dibedakan ras, suku, agama maupun kebangsaannya karena dalam bermain angklung semua orang yang terlibat didalamnya adalah keluarga.
7.      Gotong royong, dalam bermain angklung setiap orang harus bisa mencapai susatu keharmonisan yang harus dicapai. Maka dari itu dibutuhkan kekompakan dan kerjakeras bersama dalam memainkan angklung.  
Setiap orang yang bermain angklung secara tidak langsung akan mendapatkan pendidikan moral yang sangat berguna bagi kehidupan bermasyarakat. Apabila kita lebih memperdalam lagi filosofi angklung tentu kita akan menyadari bahwa tujuan Bapak Daeng Soetigna mengenalkan angklung bukan hanya untuk mengembangkan budaya Indonesia tetapi juga untuk mencipatakan suatu kehidupan yang harmonis seperti apa yang dicita-citakan para pejuang pendahulu kita yang susah payah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Dalam prakteknya setiap pemain angklung harus bertanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya membunyikan angklung sesuai dengan ketukan dan harga nada yang dikehendaki oleh seorang conductor. Rasa tanggung jawab seperti ini pun apabila diterapkan didalam kehidupan sehari-hari tentu setiap orang tidak akan ada yang merasa dirugikan satu sama lain karena semuanya mempunyai tanggung yang sama.
Apabila dalam sauatu komposisi musik ada satu nada saja yang hilang maka keindahan dan keharmonisan lagu tersebut akan hilang. Begitupun dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, apabila satu orang saja tidak dapat menjaga kerhamonisan bermasyarakat maka persatuan dan kesatuan bangsa akan goyah.
Angklung terdiri dari dua jenis nada, yaitu angklung melodi dan angklung pengiring, keduanya sangat saling membutuhkan satu sama lain. Ini menandakan bahwa didalam bermain angklung tidak ada satu nada pun yang istimewa karena tanpa angklung pengiring keharmonisan suatu lagu tidak akan tercapai begitupun sebaliknya. Dalam kehidupan sehari-haripun seharusnya tidak ada yang namanya keistimewaan karena setiap orang itu sama saling membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu lahirnya angklung ke dunia ini adalah untuk menyatukan manusia dan kita juga dapat mengambil pelajaran bahwa perbedaan itu bukan untuk dipertandingkan, melainkan untuk disandingkan.

Sumber : Buku-Buku Karya Bapak Obby A.R dan Pengajaran langsung dari Bapak Eddy Permadi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar